Kejari Luwu Timur Ungkap Kasus Dugaan Mafia Tanah, Lima Tersangka Ditetapkan
BERITALUTIM.COM – Kejaksaan Negeri (Kejari) Luwu Timur menggelar konferensi pers terkait pengungkapan kasus dugaan mafia tanah di kantornya pada Senin (02/08/24), kemarin.
Kepala Kejari Luwu Timur, Budi Nugraha, mengumumkan tim penyidik telah menetapkan lima orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi yang melibatkan penyerobotan dan penjualan tanah milik negara di kawasan pencadangan transmigrasi Desa Buangin, Kecamatan Towuti, Kabupaten Luwu Timur, yang terjadi pada tahun 2019 hingga 2022.
“Hari ini, setelah melalui rangkaian pemeriksaan saksi dan gelar perkara, tim penyidik Kejari Luwu Timur yang terdiri dari jaksa penyidik di Bidang Pidana Khusus telah menetapkan lima orang saksi sebagai tersangka, yaitu HK, FA, R, HS, dan MA,” ungkap Budi Nugraha.
Budi menambahkan para tersangka terlibat dalam penguasaan dan penjualan tanah di kawasan pencadangan transmigrasi yang mencakup wilayah Desa Tole, Desa Buangin, Desa Kalosi, Desa Libukang Mandiri, dan Desa Mahalona. Berdasarkan surat keputusan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 1430/V/2007 dan surat keputusan Nomor 216/VII/2017, tanah tersebut dicadangkan untuk pemukiman transmigrasi.
Lebih lanjut, Budi menjelaskan peran masing-masing tersangka, termasuk F, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Dinas Transmigrasi Kabupaten Luwu Timur.
F diketahui mengeluarkan surat keterangan pengelolaan lahan negara yang tidak sesuai prosedur dan melibatkan HS dan MA, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) SP III.
Surat keterangan tersebut kemudian menjadi dasar penerbitan Surat Keterangan Tanah (SKT) oleh Kepala Desa Buangin, yang ditandatangani oleh tersangka R.
Berdasarkan SKT tersebut, tersangka HK menjual beberapa bidang tanah yang kemudian disertifikasi melalui program PTSL oleh kantor pertanahan Luwu Timur.
Menurut Budi, penjualan tanah oleh tersangka HK telah menghasilkan 36 sertifikat hak milik atas tanah yang seharusnya menjadi milik negara, sesuai dengan keputusan Gubernur Sulawesi Selatan dan Menteri ATR/Kepala BPN.
Laporan audit dari BPKP Sulawesi Selatan menunjukkan kerugian negara akibat tindakan ini sebesar Rp8.090.324.000,00 dengan luas tanah yang hilang mencapai 735.484 m².
Tim penyidik Kejari Luwu Timur akan terus mengembangkan kasus ini dan mengejar pihak-pihak lain yang terlibat. Budi Nugraha juga mengimbau para saksi untuk bersikap kooperatif dan menghindari upaya merintangi proses hukum, seperti menghilangkan atau merusak alat bukti.
“Tim Penyidik Pidsus Kejari Luwu Timur akan segera melakukan tindakan penyitaan, penggeledahan, pemblokiran aset, serta penelusuran aliran dana dan aset (follow the money dan follow the asset) guna mempercepat pemberkasan dan pelimpahan kasus ini ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi,” ujar Budi Nugraha.
Ia juga menegaskan tim penyidik akan bekerja secara profesional, dengan integritas dan akuntabilitas tinggi, sesuai ketentuan hukum yang berlaku, dan berkomitmen pada prinsip Zero KKN. Para tersangka diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Mereka juga disangkakan melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Tinggalkan Balasan